|
Dalam era keterbukaan sekarang ini keberadaan proyek konstruksi dalam
suatu Negara mempunyai peranan sangat penting. karena dari kegiatan itu akan
dihasilkan berbagai sarana dan prasarana pembangunan. Konstruksi suatu bangunan
memegang peranan penting faktor utama keselamatan kerja. Bagaimana mungkin
suatu perusahaan dapat berjalan dengan aman dan nyaman apabila konstruksi suatu
bangunan tidak memenuhi syarat keselamatan kerja. kesalahan konstruksi suatu
bangunan dapat menimbulkan kecelakaan bagi para pekerja yang tentunya akan
berdampak negative bagi perusahaan itu sendiri, misalnya dihentikan sementara
proses produksi perusahaan tersebut sanpai dengan dicabutnya izin operasional
perusahaan di karenakan perusahaan yang bersangkutan tidak memenuhi syarat
keselamatan kerja yang aman dan nyaman. yang pada akhirnya dapat
berdampak negative pada karyawan perusahaan tersebut.
Perseroan merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang
konstruksi gedung di Indonesia dengan fokus pada konstruksi proyek properti
komersial, hunian, industri, dan resor. Dengan pengalaman selama 18 tahun,
perseroan berkeyakinan sangat dikenal di industri dalam membangun gedung
berkualitas tinggi di seluruh indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN |
2.1
Analisis Laporan Keuangan
Analisis
Laporan Keuangan - Menurut Wild, dalam Analisis Laporan Keuangan (2005,3)
mendefenisikan Analisis Laporan Keuangan sebagai berikut : “Analisis laporan keuangan
(financial statement analysis) adalah aplikasi dari alat dan teknik analisis
untuk laporan keuangan bertujuan umum dan data-data yang berkaitan untuk
menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang bermanfaat dalam analisis bisnis” Menurut Bernstein (1983 : 3): “Analisis laporan keuangan
mencakup penerapan metode dan teknik analisis untuk laporan keuangan dan data
lainnya untuk melihat dari laporan itu ukuran-ukuran dan hubungan tertentu yang
sangat berguna dalam pengambilan keputusan” Agar Laporan keuangan menjadi
lebih berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, perlu
dilakukan analisis laporan keuangan. Bagi pihak pemilik dan manajemen tujuan
utama analisis laporan keuangan adalah agar dapat mengetahui posisi keuangan
perusahaan saat ini. Dengan mengetahui posisi keuangan, setelah dilakukan
analisis laporan keuangan secara mendalam, akan terlihat apakah perusahaan
dapat mencapai target yang telah direncanakan sebelumnya atau tidak. Hasil
analisis laporan keuangan juga akan memberikan informasi tentang kelemahan dan
kekuatan yang dimiliki perusahaan. Dengan mengetahui kelemahan ini,
manajemen akan dapat memperbaiki atau menutupi kelemahan tersebut. Kemudian
kekuatan yang dimiliki perusahaan harus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan.
Dengan adanya kelemahan dan kekuatan yang dimiliki, akan tergambar kinerja
manajemen selama ini. Pada akhirnya bagi pihak pemilik dan manajemen, dengan
mengetahui posisi keuangan dapat merencanakan dan mengambil keputusan yang
tepat tentang apa yang harus dilakukan ke depan. Perencanaan ke depan dengan
cara menutupi kelemahan yang ada, mempertahankan posisi yang sudah sesuai
dengan yang diinginkan dan berupaya untuk meningkatkan lagi kekuatan yang sudah
diperolenya selama ini.
Analisis laporan keungan perlu dilakukan secara cermat
dengan menggunakan metode dan teknik analisis yang tepat sehingga hasil
yang diharapkan benar-benar tepat pula. Kesalahan dalam memasukkan angka
atau rumus akan berakibat pada tidak akuratnya hasil yang hendak dicapai.
Kemudian, hasil perhitungan tersebut, dianalisis dan diinterpretasikan sehingga
diketahui posisi keuangan yang sesungguhnya. Kesemuanya ini harus dilakukan
secara teliti, mendalam, dan jujur.
Menurut Kasmir (2008 : 68) ada 6 tujuan dan manfaat bagi
berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan, yaitu :
- Untuk
mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu,
baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk
beberapa periode.
- Untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan
perusahaan.
- Untuk
mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki.
- Untuk
mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang pelu dilakukan ke depan
yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini.
- Untuk
melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu penyegaran
atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.
- Dapat
juga digunakan sebagai pembandingan dengan perusahaan sejenis tentang
hasil yang mereka capai.
2.1.1 Analisis Common Size
Analiss
common size adalah analisis yang
dilakukan dengan menggunakan presentase dari suatu akun terhadap total akun.
Analisis common size dibagi menjadi
dua yaitu analisis coomon size secara
vertical dan horizontal. Biasanya analisis common
size dilakukan terhadap laporan posisi keuangan dan laba rugi.
Analisis common size untuk laporan posisi
keuangan secara vertical dilakukan dengan membagi masing-masing akun terhadap
total aset, sedangkan untuk laporan laba rugi dilakukan dengan membagi
masing-masing akun terhadap total pendapatan/penjualan menggunakan data yang
ada pada PT. Acset
Indonusa Tbk. Maka analisis common
size untuk laporan posisi keuangan secara vertical, dapat dilihat pada
table 1.1
TABEL 1.1
PT ACSET INDONUSA TBK
DAN ENTITAS ANAKNYA LAPORAN POSISI KEUANGAN KONSOLIDASIAN Tanggal 31 Desember 2014 (Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain) |
||
ASET
|
2014
|
dalam %
|
ASET LANCAR
|
||
Kas dan setara kas
|
49.574.733.061
|
3.3
|
Piutang usaha
|
||
Pihak berelasi
|
369.890.300
|
0.02
|
Pihak ketiga - setelah
dikurangi penyisihan kerugian penurunan nilai sebesar Rp4.446.302.911 dan
Rp4.444.665.100 masing-masing pada tanggal 31 Desember 2014 dan 2013
|
81.822.967.967
|
5.5
|
Piutang lain-lain
|
||
Pihak berelasi
|
10.340.166.827
|
0.7
|
Pihak ketiga
|
2.477.325.000
|
0.16
|
Persediaan
|
11.688.193.230
|
0.7
|
Piutang retensi
|
||
Pihak berelasi
|
22.417.594
|
0.001
|
Pihak ketiga
|
127.061.973.840
|
8.6
|
Tagihan bruto pemberi kerja
|
||
Pihak berelasi
|
2.324.416.445
|
0.15
|
Pihak ketiga
|
463.036.506.247
|
31.4
|
Uang muka
|
160.610.718.477
|
10.8
|
Biaya dan pajak di bayar di muka
|
7.858.071.044
|
0.5
|
Proyek dalam
pelaksanaan
|
297.577.669.148
|
20.1
|
Total Aset Lancar
|
1.214.765.049.180
|
82.4
|
ASET TIDAK LANCAR
|
||
Investasi pada entitas
|
||
Asosiasi
|
931.514.030
|
0.06
|
Aset tetap - setelah
dikurangi akumulasi penyusutan sebesar Rp197.720.879.540 dan
Rp140.438.939.372 masing-masing pada tanggal 31 Desember 2014 dan 2013 |
242.007.363.967
|
16.4
|
Deposito berjangka yang dibatasi penggunaannya
|
14.728.464.000
|
0.9
|
Aset lain-lain
|
1.216.885.683
|
0.08
|
Total Aset Tidak Lancar
|
258.884.227.680
|
17.5
|
TOTAL ASET
|
1.473.649.276.860
|
100
|
TABEL
1.1
PT ACSET INDONUSA TBK
DAN ENTITAS ANAKNYA LAPORAN POSISI KEUANGAN KONSOLIDASIAN (lanjutan) Tanggal 31 Desember 2014 (Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain) |
||
LIABILITAS DAN EKUITAS
|
2014
|
dalam %
|
LIABILITAS
|
||
LIABILITAS JANGKA PENDEK
|
||
Utang usaha
|
||
Pihak ketiga
|
266.058.465.060
|
18
|
Pihak berelasi
|
2.527.534.774
|
0.17
|
Utang anjak piutang
|
45.336.627.671
|
3
|
Utang lain-lain
|
||
Pihak ketiga
|
31.110.555.726
|
2.1
|
Pihak berelasi
|
3.094.930.078
|
0.2
|
Utang pajak
|
27.227.677.025
|
1.8
|
Pendapatan diterima di
muka
|
||
Pihak ketiga
|
201.445.432.367
|
13.6
|
Pihak berelasi
|
3.667.468.275
|
0.2
|
Beban akrual
|
9.320.312.966
|
0.6
|
Utang jangka panjang
yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun utang bank
|
182.812.748.119
|
12.4
|
Utang sewa pembiayaan
|
237.903.660
|
0.016
|
Total Liabilitas
Jangka Pendek
|
772.839.655.721
|
52.4
|
LIABILITAS JANGKA
PANJANG
|
||
Utang jangka panjang -
setelah dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun Utang bank |
44.361.673.855
|
3
|
Utang sewa pembiayaan
|
215.915.557
|
0.014
|
Liabilitas imbalan kerja
|
8.895.837.580
|
0.06
|
Total Liabilitas
Jangka Panjang
|
53.473.426.992
|
3.6
|
Total Liabilitas
|
826.313.082.713
|
56
|
EKUITAS
|
||
Ekuitas yang Dapat
Diatribusikan kepada Pemilik Entitas Induk Modal saham - nilai nominal Rp100 per saham Modal dasar - 1.600.000.000 saham Modal ditempatkan dan disetor penuh - 500.000.000 saham |
||
Tambahan modal disetor
|
231.796.491.155
|
15.7
|
Saldo laba
|
||
Cadangan umum
|
3.000.000.000
|
0.2
|
Belum dicadangkan
|
361.586.696.653
|
24.5
|
Rugi komprehensif
lainnya
|
(1.266.412.310)
|
-0.08
|
Total Ekuitas yang
Dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk
|
645.116.775.498
|
43.7
|
Kepentingan Nonpengendali
|
2.219.418.649
|
0.15
|
Total Ekuitas
|
647.336.194.147
|
43.9
|
TOTAL LIABILITAS DAN
EKUITAS
|
1.473.649.276.860
|
100
|
Dari
Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa proporsi aset lancer lebih dominan yaitu 82.4%
dibandingkan dengan aset tidak lancar yang hanya 17.5%. Sebagaimana yang
telah kita ketahui bahwa aset tetap memberikan tingkat imbal balik (intern) yang lebih besar daripada hasil
aset lancar. Bila kita memperhatikan liabilitas lancar ternyata aset lancer
dengan proporsi 56% tersebut didanai oleh liabilitas
lancar sebanyak 52.4%. Hal ini mengindikasikan bahwa
perusahaaan menggunakan kebijakan manajemen modal kerja (working capital management) yang konservatif. Analisis lainnya
dilakukan dengan memperhatikan presentasse pada masing-masing komponen dan
membandingkannya dengan industri atau perusahaan sejenis.
Kebijakan
manajemen modal kerja dikategorikan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:
1. Kebijakan
manajemen modal kerja moderat, yaitu pendanaan terhadap aset lancar yang
bersifat temporer mempergunakan liabilitas lancar, sedangkan untuk aset lancar
yang bersifat permanen (aset lancar minimum yang harus ada di perusahaan) dan
aset tetap menggunakan liabilitas jangka panjang dan ekuitas.
2. Kebijakan
manajemen modal kerja agresif, yaitu kebijakan perusahaan di mana aset lancar
yang bersifat temporer sepenuhnya didanai oleh liabilitas lancar dan sebagian
aset lancar permanen didanai pula oleh liabilitas lancar.
3. Kebijakan
manajemen modal kerja konservatif, di mana aset tetap, aset lancar yang
bersifat permanen dan sebagian dari aset temporer didanai menggunakan pendanaan
jangka panjang.
Untuk laporan laba
rugi, dengan menggunakan contoh yang ada pada PT. Acset Indonusa Tbk.
Maka dapat dilakukan analisis common size
sebagai berikut.
TABEL 1.2
PT ACSET INDONUSA TBK
DAN ENTITAS
ANAKNYA LAPORAN LABA RUGI
KOMPREHENSIF
KONSOLIDASIAN
Untuk Tahun yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2014
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)
|
||
PENDAPATAN USAHA
|
1.350.907.881.688
|
100
|
BEBAN POKOK PENDAPATAN
|
(1.101.968.757.705)
|
(81.6)
|
LABA KOTOR
|
248.939.123.983
|
18.4
|
Beban usaha
|
(72.229.108.964)
|
(5.3)
|
Lain-lain – neto
|
4.499.982
|
0.003
|
LABA USAHA
|
176.714.515.001
|
13
|
Bagian atas rugi bersih perusahaan asosiasi
|
(2.186.993.979)
|
(0.16)
|
Pendapatan keuangan
|
1.753.952.211
|
0.12
|
Beban keuangan
|
(31.853.754.628)
|
(2.3)
|
LABA SEBELUM BEBAN
PAJAK
|
144.427.718.605
|
10.6
|
Beban pajak penghasilan - neto
|
(40.627.580.305)
|
(3)
|
LABA TAHUN BERJALAN
|
103.800.138.300
|
7.6
|
PENDAPATAN KOMPREHENSI LAIN
|
||
Selisih kurs
penjabaran laporan keuangan dalam
|
(1.506.315)
|
(0.001)
|
mata uang asing
|
||
TOTAL LABA
KOMPREHENSIF TAHUN BERJALAN
|
103.798.631.985
|
7.6
|
LABA TAHUN BERJALAN
YANG DAPAT DIATRIBUSIKAN KEPADA:
|
||
Pemilik entitas induk
|
104.689.676.893
|
7.7
|
Kepentingan nonpengendali
|
(889.538.593)
|
(0.06)
|
TOTAL
|
103.800.138.300
|
7.6
|
TOTAL LABA
KOMPREHENSIF
TAHUN BERJALAN YANG DAPAT DIATRIBUSIKAN KEPADA: |
||
Pemilik entitas induk
|
104.688.170.578
|
7.7
|
Kepentingan nonpengendali
|
(889.538.593)
|
(0.06)
|
TOTAL
|
103.798.631.985
|
7.6
|
LABA PER SAHAM DASAR
|
||
yang diatribusikan
kepada pemilik entitas induk
|
209
|
1.5
|
Dari tabel 1.2. dapat kita lihat bahwa presentase
beban pokok penjualan (COGS) mencapai 81.6% dari total niali penjualan.
Sementara itu pendapataanlainya, beban usaha, beban lain-lain-neto, bersih
mempunyai presentase yaitu (5.3)%, (0.003)%. Sedangkan laba
bersih komprehensif periode berjalan adalah 7.6% dari pendapatan perusahaan.
Untuk laba bersih per saham dasar adalah 1.5%.
Tabel 1.1. dan 1.2. merupakan analisis common size dengan menggunakan
pendekatan vertikal. Bila mnggunakan pendekatan horizontal, maka yang menjadi
patokan adalah tahun dasar yang biasanya menggunakan data sebelumnya, kemudian
dilihat pertumbuhan pada masing-masing akun untuk tahun terakhir. Fokus utama
dari analisis common size ivertikal horizontal
adalah melihat pertumbuhan dari masing-masing akun, sedngkan fokus utama dari
analisis common size vertikal adalah
melihat presentase dari masing-masing akun terhadap total dalam hal ini total
aset untuk laporan posisi keuangan dan total penjualan untuk laporan laba rugi.
2.1.2 Analisis Rasio
Analisis rasio digunakan dengan cara membandingkan suatu
angka tertentu pada suatu akun terhadap angka dari akun lainnya. Analisis rasio
sering digunakan oleh manajer, analis kredit dan analis saham. Analisis rasio
bermanfaat karena membandingkan suatu angka secara relatif, sehingga bisa
menghindari kesalahan penafsiran pada angka mutlak yang ada di dalam laporan
keuangan. Namun di sisi lain, ketika kita menggunakan analisis rasio maka ada
beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Rasio
keuangan tidak berguna bila dipandang secara terisolasi. Rasio keuangan hanya
dapat bermanfaat bila dibandingkan dengan perusahaan lain dalam satu industri
yang sama atau membandingkannya dengan kinerja periode sebelumnya.
2. Membandingkan
dengan perusahaan lain cukup sulit, mengingat setiap perusahaan menggunakan
metode akuntansi yang berbeda sehingga dapat memengaruhi rasio yang akan
dianalisis.
3. Banyak
perusahaan memiliki divisi-divisi bisnis yang berbeda, sehingga akan
mempersulit kita dalam membendingkan rasio keuangan.
4. Dalam
melakukn analisis rassio, konklusi tidak dapat diambil hanya berdasarkan pada
satu rasio saja, melainkan harus mempertimbangkan semua rasio yang ada.
5. Inflasi
yang tinggi akan mendistorsi rasio keuangan.
6. Faktor
musiman juga akan memengaruhi kita dalam membaca rasio keuangan.
7. Bebrapa
menunjukkan indikasi bahwa perusahaan tersebut sehat, namun rasio lain
menunjukkan indikasi kebalikannya, hal ini akan mempersulit dalam memgambil
konklusi.
8. Perusahaan
yang melakukan “window dressing”juga
mempersulit kita dalam memahami kondisi riil keuangan perusahaan.
9. Upayakan
untuk melakukan analisis rasio keuanngan yang bersumber dari laporan keuangan
yang telah diaudit.
Selanjutnya,
analis rasio akan dibahas ke dalam 5 (lima) kelompok besar yaitu:
A. Rasio
Likuiditas (Liquidity Ratio)
B. Rasio
Pengelolaan Aset (Asset Management Ratio)
C. Rasio
pengelolaan Utang (Debt Management Ratio)
D. Rasio
Profitabilitas (Profitability Ratio)
E. Rasio
Nilai Pasar (Market Value Ratio)
A. Rasio
Likuiditas (Liquidity Ratio)
Rasio likuiditas
adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi liabilitas
jangka pendeknya. Dalam kelompok ini trdapat 3 (tiga) rasio yang biasa
digunakan yaitu:
1.
Current Ratio = Current Asset
Current Liabilities
772.839.655.721
= 1.5 kali
Rasio lancer (currentratio-CR) adalah rasio yang biasa digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan memenuhi liabilitas jangka pendek (short run solvency) yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun.
Liabilitas lancar (current ratio)
karena mencerminkan liabilitas yang segera harus dibayar dalam waktu satu
tahun.
Berdasarkan
Tabel 1.1. laporan posisi keuangan diatas, maka current ratio untuk PT. Acset Indonusa Tbk. Adalah :
CR = 1.214.765.049.180/ 772.839.655.721= 1.5 kali
Berarti, setiap liabilitas lancar sebesar
Rp 1 akan dapat dipenuhi dengan aset lancar sebesar Rp 1.5.
Biasanya rasio lancar
yang direkomendasikan adalah sekitar 2. Rasio lancar yang terlalu tinggi,
bermakna bahwa perusahaan terlalu banyak menyimpan aset lancar. Padahal perlu
diingat bahwa aset lancar tidak menghasilkan imbal hasil yang tinggi
dibandingkan dengan aset tetap. Sebaliknya rasio lancar yang terlalu rendah
atau bahkan kurang dari 1 mencerminkan adanya risiko perusahaan untuk tidak
mampu memenuhi liabilitas yang jatuh tempo.
2. Quick
Ratio (Acid Test Ratio)
Current Liabilities
772.839.655.721
=1.2 kali
Rasio cepat (quick ratio – QR) ini lebih ketat dalam mencerminkan kemampuan
perusahaan memenuhi liabilitas lancar. Hal ini dikarenakan unsur aset lancar
yang kurang likuid seperti persediaan dan biaya yang dibayar di muka
dikeluarkan dari perhitungan.
Untuk penyebut digunakan aset lancar
khususnya kas dan marketable securities (short term investment) karena dapat
dipergunakan untuk membayar liabilitas yang jatuh tempo. Persediaan dikeluarkan
Karena diperlukan waktu untuk menjualnya dan mengubahnya menjadi bentuk kas.
Beberapa analis mengeluarkan pembayaran di muka seperti sewa dibayar di muka
atau asuransi dibayar dimuka karena akun ini bukan merupakan sumber potensial
untuk dijadikan kas melainkan menunjuk pada kewajiban akan dating yang belum
terpenuhi.
Berdasarkan Tabel 1.1. (laporan
posisi keuangan) di atas maka quick ratio
untuk PT. Acset
Indonusa Tbk. Adalah :
QR = 1.214.765.049.180 - (11.688.193.230 + 0) /772.839.655.721=0.15kali
Terlihat
bahwa dengan menggunakan QR (0.15 kali) ternyata kemampuan perusahaan berkurang
bila dibandingkan dengan CR (0.15 kali). Penurunan ini diakibatkan
dikeluarkannya persediaan dalam perhitungan QR.
3. Cash
Ratio
Current
Liabilities
772.839.655.721
= 0.06 kali
Pendekatan lain untuk mengukur
kemampuan perusahaan memenuhi liabiltas jangka pendek adalah dengan melihat
pada rasio kas dan setara kas dalam hal ini narketabel
securities yang dimiliki perusahaan. Bila hanya memepertimbangkan posisi
kas dan setara kas, maka rasio PT. Acset Indonusa Tbk. adalah:
Cash Ratio = (49.574.733.061 + 0)/ 772.839.655.721= 0.06 kali.
Makin tinggi rasio kas maka menunjukkan makin likuid perusahaan untuk
melunasi liabilitas yang jatuh tempo. Namun bila rasio yang terlalu tinggi,
akan memberikan dampak negative karena memegang kas dan setara kas dalam jumlah
yang besar tidak memeberikan imbal hasil yang memadai.
B. Ratio
Pengelolahan Aset (Asset Management Ratio)
Rasio
pengelolaan aset adalah rasio yang menggemarkan efektivitas perusahaan dalam
mengelola aset dalam hal ini mengubah aset nonkas menjadi aset kas.
Beberapa rasio yang masuk dalam
kategori ini adalah:
1. Receivables
Turnover Ratio (RTR)
Rasio
perputaran piutang menunjukan perputaran piutang dalam satu periode. Rasio ini
diperoleh dengan cara:
Average receivable
(49.574.733.061 + 931.514.030 : 2)
= 2.7 kali
Rata-rata piutang (average receivable) dihitung dengan cara
menjumlahkan data piutang akhir tahun dengan piutang awal tahun, kemudian
dibagi dua. Bila menggunakan data Tabel 1.1., maka RTR:
RTR = 65,185,850 /{( 1,532,275 + 1,588,110)/2} = 41,78 Kali
Semakin tinggi RTR, mengindikasikan
bahwa investasi yang ditanamkan dalam bentuk piutang adalah rendah, sebaliknya
bila RTR rendah menunjukkan bahwa perusahaan terlalu banyak atau terlalu
longgar dalam pemberian piutang kepada pelanggan.
Penurunan rasio ini bisa disebabkan oleh beberapa hal
yaitu:
1.
Turunnya penjualan dan naiknya piutang.
2.
Turunnya piutang dandiikuti dengan turunnya penjualan
dalam jumlah yang lebih besar.
3.
Naiknya penjualan diikuti dengan naiknya piutang dalam
jumlah yang lebih besar.
4.
Turunnya penjualan dengan piutang yang tetap.
5.
Naiknya piutang sedangkan penjualan tidak berubah.
2. Average
Collection Period (ACP) atauu Day of sales Outstanding (DSO)
Periode pengumpulan piutang
mengindikasikan rata-rata lamanya piutang perusahaan yang diberikan kepada
konsumennya. Rasio ini dihitung dengan cara:
Receivable turnover
2.7
= 135 kali
Atau merupakan kebalikan dari RTR. Dari
Tabel 1.1., maka diperoleh lamanya pengumpulan piutang adalah:
DSO =365 / 2.7
= 135 hari
Makin panjang DSO, mengindikasikan
rendahnya kemampuan perusahaan dalam mengumpulkan piutang atau kebijakan kredit
perusahaan relatif longgar. Dengan makin besarnya DSO, maka makin besar pula
risiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang.
3. Inventory
Turnover Ratio (ITR)
Rasio
perputaran persediaan (Inventory turnover
ratio) mengindikasikaan efisiensi perusahaan dalam memproses dan mengelola
persediannya. Rasio ini menunjukkan berapa kali persediaan baraang dagangan
digant/diputar dalam satu periode. Apabila data harga pokok penjualan (COGS)
tidak diperoleh makasebagai penggantinya dapat dihitung dari total penjualan
dalam satu tahun.
Average inventory
(11.688.193.230 : 2)
= 47.1 kali
Rata-rata
persedaan (average of inventory)
diperoleh dengan cara menjumlahkan data piutang akhir tahun dengan piutang awal
tahun, kemudian dibagi dua. Dari contoh Tabel 1.1. dan 1.2., di atas, maka:
ITR = 1.101.968.757.705 / { 11.688.193.230 : 2 }= 47.1
kali
Makin tinggi perputaran persediaan
akan menunjukkan makin efisien penggunaan persediaan dalam rangka mendukung penjualan
perusahaan.
4. Day
of Inventory (DOI)
Umur persediaan (Days
of Inventory) menunjukkan berapa lama persediaan tersebut tersimpan dalam
perusahaan. DOI diukur dengan membagi hari dalam setahun terhadap rasio
perputaran persediaan.
Inventory turnover
47.1
= 7.74 hari
Bila
menggunakankasus yang sama di atas, maka DOI = 365 / 47.1
=7.74 hari. Hal ini mengindikasikan
bahwa persediaan tersebut disimpan perusahaaan cukup lama yaitu 274 hari atau
lebih dari 9 bulan. Harapan kita adalah rata-rata umur persediaan tidak terlalu
lama, sehingga tidak menimbulkan biaya penyimpanan yang besar.
5. Payable
Turnover (PT)
Payable
Turnover mengukur penggunaan utang oleh perusahaan. Diperoleh dari:
Average Trade Payables
2
= 413.156.541.356
Rata-rata utang dagang (average trade payables) diperoleh dengan
cara menjumlahkan data utang akhir tahun dengan utang awal tahun, kemudian
dibagi dua.
6. Average
Payment Period (APP)
Average payment period menunjukkan
rata-rata lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembayaran utang dagang.
Diperoleh dari:
Payable turnover
27.227.677.025
= 1.3 kali
Makin lama pembayaran utang adalah
baik, namun dengan catatan utang tersebut harus tetap dibayar dengan tidak
merusak reputasi kredit perusahaan.
7. Total
Aseet Turnover (TATO)
Total Asset Turnover menunjukkan
efektivitas perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan pendapatan.
Diukur dengan cara:
Total Asset
1.473.649.276.860
= 0.91
Tipe bisnis
akan mengakibatkan bebedanya standar TATO bagi suatu perusahaan. Untuk
perusahaan manufaktur yang menggunakan modal intensif akan memiliki TATO
mendekati satu, sedangkan untuk industri ritel TATO bisa mendekati 10.
Harapannya adalah TATO perusahaan terlalu banyak menempatkan dananya dalam
bentuk aset. Sedangkan TATO yang tinggi menunjukkan perusahaan menggunakan
sedikit aset atau aset yang digunakan sudah usang. Dengan menggunakan contoh di
atas, maka diperoleh TATO PT. Gudang Garam, Tbk. Adalah 1.350.907.881.688 / 1.473.649.276.860 = 0.91, yang berarti setiap Rp 1 uang yang ditanamkan ke dalam aset akan
memberikan pendapatan sebesar Rp 0.91.
C.
Rasio Pengelolaan Utang (Debt Management
Ratio)
Rasio
pengelolaan utang adalah rasio yang menggambarkna kemampuan perusahaan dalam
mengelola dan melunasi kewajibannya. Biasanya raio ini dipecah menjadi dua
kelompok yaitu rasio utang (leverage
ratio) yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban pokok maupun bunga.
Kategori yang termasuk laverge ratio adalah sebagai berikut.
1.
Debt Ratio (DR)
Debt Ratio menunjukn seberapa besar total aset
yang dimiliki perusahaaan yang didanai oleh seluruh krediturnya, DR diperoleh
dengan cara:
Total Asset
1.473.649.276.860
= 0.56 % atau 56 %
Makin tinggi DR akan menunjukkan
makin berisiko perusahaan karena makin besar utang yang digunakan untuk
pembelian asetnya.
Pada contoh di atas, maka diperoleh
DR = 826.313.082.713 / 826.313.082.713 = 0.56 atau 56% aset yang dimiliki perusahaan diperoleh dari utang.
2.
Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to equity ratio menunjukkan
perbandingan antara utang dan euitas perusahaan. DER diperoleh dengan cara:
Total Equity
647.336.194.147
=
1.27
Pada contoh
di atas, maka diperoleh DER = 826.313.082.713 / 647.336.194.147 = 1.27. Makin
tinggi DER maka makin berisiko perusahaan.
3.
Long-Term Debt to Equity (LTDE)
Apabila debt to equity ratio membandingkan
antara seluruh utang terhadap ekuitas, maka LTDE menunjukkan perbandingan
antara utang jangka panjag terhadap ekuitas. Rasio ini diperoleh dengan cara:
Total Equity
647.336.194.147
= 0.08
Dengan
menggunakan contoh di atas, maka dapat diperoleh rasio LTDE = 53.473.426.992 / 647.336.194.147 = 0.08. bila dibandingkan rasio DER dan LTDE di mana DER = 1.27 dan LTDE =
0.04 maka terlihat penurunan yang signifikan dari DER ke LTDE, hal ini bermakna
bahwa PT. Acset Indonusa Tbk. terlalu banyak menggunakan pendanaan utang jangka
pendek.
Sedangkan yang termasuk solvency ratio
adalah sebagai berikut.
1. Times
Interest-Earned Ratio (TIER)
Times interest earned ratio adalah rasio
yang menggambarkan kemampuan hasil operasional perusahaan untuk menutupi
kewajiban bunga. TIER diperoleh dengan cara:
Interest Expense
40.627.580.305
= 3.55 %
Makin rendah
rasio TIER menunjukkan hasil operasional perusahaan untuk menutupi bunga adalaj
rendah. Dari tabel 1.2., maka diperoleh TIER =144.427.718.605 / (40.627.580.305) = ( 3.55 ) × yang berarti setiap
Rp 1 biaya bunga ditutupi oleh Rp ( 3.55 ) hasil operasional.
2. Debt
Sarvice Coverage Ratio (DSCR)
Dalam keuangan korporat, Debt Service Coverage Ratio merupakan
rasio yang menggambarkan jumlah kas yang tersedia untuk memenuhi kewajiban
bunga dan pokok utang termasuk di dalamnya alokasi singking fund (yaitu dana yang disisihkan tiap tahun untuk
pembayaran kewajiban oblogasi pada saat jatuh tempo). DSCR diperoleh dengan
cara:
Total debt service
31.853.754.628
=
0.05
Sedankan dalam keuangan personal,
DSCR mencerminkan rasio yang digunakan oleh petugas pemberi pinjaman dari Bank
dlam menentukan kemampuan seseorang untuk membayar utangnya.
3. Solvency
ratio (SR)
Solvency Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajibannya. Solvency
Ratio diperoleh dengan cara:
Long
Term Liabilities + Short Term Liabilities
772.839.655.721 + 53.473.426.992
= 26%
Solvency ratio untuk setiap industri berbeda-beda,
tetapi sebagai patokan (rule of thumb)
maka SR yang disarankan adalah lebih besar dari 20% untuk dapat dikatakan
sehat. Makin rendah SR, maka makin besar probabilitas perusahaan untuk gagal
memenuhi kewajibannya.
4. DEBT/EBITDA
Earning
Before Interest, Taxes, Depreciation and Amortization (EBITDA)
mencerminkan tingkat hasil operasional riil perusahaan. DEBT/EBITDA sendiri
mengukur perbandingan antara besarnya utang terhadap kemampuan perusahaan
menghasilkan laba operasi. Makin tinggi DEBT/EBITDA maka makin berisiko
perusahaan, di mana kemampuan hasiloperasional perusahaan tidak mampu mengkover
utangnya. Sebagai contoh: untuk BUMN di indonesia rasio DEBT/EBITDA yang
menjadi patokan adalah berkisar antara 2 dan maksimum 3 kali. Bila Debt/ EBITDA
= 3, maka hal ini berarti dibutuhkan 3 tahun laba operasional riil perusahaan
menutup utang yang ada.
D. Ratio
Profitabilitas (Profitability Ratio)
Rasio ini
menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Rasio laba
umumnya diambil dari laporan keuangan laba rugi. Secara sederhana laporan laba
rugi dapat dibuat seperti di bawah ini:
Penjualan Bersih
(-) Biaya Pokok Produksi
Laba Kotor
(-) Beban Operasi
Laba Operasi (EBIT)
(-) Bunga
Laba sebelum Pajak (Earning
Before Tax-EBT)
(-) Pajak
Laba setelah
Pajak (Net Income)
(-) Dividen kepada Pemegang Saham Preferen
Laba yang Tersedia bagi Pemegang Saham Biasa
1.
Gross Profit Margin (GPM) or Gross
Profit Rate
Gross profit margin menggambarkan presentase laba kotor
yang dihasilkan oleh setiap pendapatan perusahaan. GPM diperoleh dengan cara:
Revenue Revenue
1.350.907.881.688
= 0.18 %
Harapannya,
makin tinggi GPM, maka akan makin baik. Pada contoh Tabel 1.2. maka diperoleh
GPM = 248.939.123.983 /
1.350.907.881.68 = 0.18 % yang berarti setiap Rp1 penjualan akun mampu memberikan laba kotor
sebesar Rp 0.018.
2. Operating
Margin (OM) Operating Income Margin, Operating profit margin or Return on sales (ROS)
Operating income mencerminkan kemampuan manajemen
mengubah aktivitasnya menjadi laba. Operating
income sering pula disebut sebagai laba sebelum bunga dan pajak (Earning Before Interest and-Taxes-EBIT)
dengan catatan bahwa di perushaan tersebut tidak terdapat pendapatan
non-operasional. OM diperoleh dengan cara:
Revenue Revenue
1.350.907.881.688
=
0.10 %
Harapannya,
maki tinggi OM, maka akan makin baik. Pada contoh Tabel 1.2. maka diperoleh OM
= 144.427.718.605 / 1.350.907.881.688 = 0.10 %, yang berarti Rp1 penjualn akan mampu memberikan laba operasi sebesar Rp0.010.
3. Profit
Margin, Net Margin or Net Profit Margin (NPM)
Net profit margin mencerminkan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba neto dari setiap penjualannya. NPM diperoleh dengan
cara:
Revenue
1.350.907.881.688
= 0.07 %
Harapannya,
makin tinggi NPM, maka akan makin baik. Pada contoh Tabel 1.2. maka diperoleh
NPM = 103.800.138.300 / 1.350.907.881.688
= 0.07
%, yang berate setiap Rp1 penjualan akan mampu memberikan laba neto sebesar
Rp0.007.
4. Return
on equity (ROE)
Return on Equity mencerminkan seberapa besar return yang dihasilkan bagi pemegang
saham atas setiap rupiah uang yang ditanamkannya. ROE diperoleh dengan cara:
Total Equity
647.336.194.147
= 0.16 %
Harapannya,
makin tinggi ROE, maka akan makin baik. Pada contoh Tabel 1.2. maka diperoleh
ROE = 103.800.138.300 / 647.336.194.147
= 0.16
%, yang berati setiap Rp1 ekuitas yang ditanamkan oleh pemegang saham akan
mampu memberikan laba neto sebesar Rp 0.016.
5. Return
on asset (ROA)
Return on Asset mencerminkan seberapa besar return
yang dihasilkan atas setiap rupiah uang yang ditanamkan alam bentuk aset. ROA diperoleh
dengan cara:
Total Asset
1.473.649.276.860
= 0.07 %
Harapannya,
makin tinggi ROA, maka akan makin baik. Pada contoh Tabel 1.2. diperoleh ROA = 103.800.138.300 /1.473.649.276.860
= 0.07
%, yang berarti setiap Rp1 aset akan mampu memberikan laba neto sebesar 0.007.
E. Ratio
Nilai Pasar (Market Value Ratio)
1. Earnings
per share (EPS)
Earning per share adalah pendapatan per lembar saham
yang dapat dilihat di laporan laba rugi. EPS diperoleh dengan cara:
Jumlah Saham Biasa
1.350.907.881.688
= 0.15
EPS mencerminkan pendapatan tiap
lembar saham yang akan diperoleh pemegang saham, bila semua pendapatan tersebut
dibagikan bentuk dividen. Pada Tabel 1.2., maka diperoleh EPS = 209/1.350.907.881.688 = 0.15/lembar. Makin
tinggi EPS maka makin baik.
1. Dividend
Payout Ratio (DPR)
Dividend payout ratio merupakan
rasio yang menggambarkan besarnya proporsi dividen yang dibagikan terhadap
pendapatan bersih perusahan. DPR diperoleh dengan cara:
Earnings/share Net Income
209
= 0.8%
Pada kasus di atas, maka bila semua
EPS dibagikan seluruhnya dalam bentuk dividen, maka EPS = DPS (Dividen/share). Namun bila dari Rp net income tersebut hanya Rp
2. Price
to Earnings Ratio (PER)
Price to earnings ratio menggambarkan
perbandingan anatara harga pasar dengan pendapatan perlembar saham. PER yang
telalu tinggi, mengindikasikan bahwa harga pasar saham perusahaan tersebut
telah mahal. PER diperoleh dengan cara:
EPS
0.15
= 33.3
Pada kasus di atas, bila diketahui
harga pasaar perusahaan PT. Acset Indonusa.Tbk adalah Rp50 / lembar, maka PER
prerusahaan = 50/0.15 = 33.3 kali. Hal ini bermakna bila perusahaan membagikan
seluruh EPS tahunannya dalam bentuk dividen, maka dibutuhakn waktu 33.3 tahun
dari EPS untuk dapat mengcover harga saham saat itu.
Analis sering kali membandingkan antara PER market
dengan rata-rata PER masa lalu untuk membuat penilaian apakah nilai pasar asset
tersebut under atau overvalue. Sehingga PER market yang lebih tinggi dari pada
PER rata-rata masa lalu sering kali dikatakan overvalue, begitu pula
sebaliknya.
3. Dividend
Yield (DY)
Dividend Yield menunjukkan perbandingan antara
dividen yang diterima investor terhadap harga pasar saham saat ini. DY
diperoleh dngan cara:
Harga Saham saat ini
Dengan
menggunakan contoh PT. Tbk. di mana
harga pasar saham saat ini diketahui Rp50/lembar, dan besarnya dividen yang
dibagikan tahun ini katakana Rp50, maka DY dari saham PT.Acset Indonusa Tbk
adalah 100%. Artinya dari sudut pandang investor maka uang yang dibelikan untuk
saham tersebut seharga Rp50 akan memberikan hasil 100% dalam bentuk dividen
sebesar Rp50.
4. Price
to book value ratio (P/B or PBV)
Price to book value ratioadalah ratio yang
menggambarkan perbandingan antara harga pasar aham dan nilai buku ekuitas
sebagaimana yang ada di laporan posisi keuangan. PBV diperoleh dengan cara:
Nilai buku ekuitas/lembar
15
= 3.3 kali
Bila
diketahui harga saham PT. Tbk. Adalah Rp50/lembar dari nilai buku ekuitas
sebesar Rp15/lembar, maka PBV = 50/15 = 3.3 kali. Artinya pasar menghargai
saham PT. Acset indonusa Tbk sebesar 3.3 kali lebih tinggi dari nilai ekuitas
perusahaan.
5. Price/sales
ratio (PSR)
Price/sales ratio adalah rasio yang membandingjan
nilai kapitalisasi pasar perusahaan terhadap penjualan. Rasio ini bertujuan
untuk melihat hubungan antara tingkat penjualan dan harga saham perusahaan. PSR
diperoleh dengan cara:
Sales Sales
5
= 1000
6. Price
Earnings Ratio to Growth (PEG Ratio)
PEG Ratio merupakan rasio harga per
pendapataan (PER) dibanding terhadap pertumbuhan perusahaan. PEG Ratio
diperoleh dengan cara:
PEG = PER/Tingkat
pertumbuhan yang diharapkan
Tingkat pertumbuhan yang diharapkan
dapat mempergunakan pendekatan pertumbuhan dari penjualan ataupun pertumbuhan
dari EPS.
Analis biasanya akan membandingkan
antara PER dengan tingkat pertumbuhan yang diharapkan untuk mengindentifikasi
apakah saham perusahaan tersebut mengalami undervalue
atau overvalue. Secara sederhana
bila PER lebih kecil dari tingkat pertumbuhan yang diharapkan maka saham
tersebut dapat dikatakan mengalami undervalue.
Adapun kriteria untuk melihat apakah
harga saham tersebut undervalue atau overvalue dengan berdasarkan pada:
·
PEG < 1, harga saham tersebut undervalue
·
PEG = 1, harga saham suda pada tingkat yang wajar (Fair Value)
·
PEG > 1, harga saham mengalami overvalue
2.2
Analisis Makro Ekonomi
Ilmu
Ekonomi Makro atau Macroekonomi merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang
mengkhususkan mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan
termasuk pertumbuhan dalam pendapatan, perubahan dalam harga, dan tingkat
pengangguran. Sedangkan tujuan dari macroekonomi adalah untuk memahami
peristiwa ekonomi dan untuk memperbaiki kebijakan ekonomi.
Dalam perekonomian mengenal teori
makroekonomi. Teori ini lebih memperhatikan aspek-aspek yang menyeluruh dari
kegiatan ekonomi. Apabila yang dibicarakan mengenai produsen, maka yang
diperhatikan adalah kegiatan produsen dalam keseluruhan ekonomi. Begitu pula,
apabila yang diperhatikan adalah tingkah laku konsumen, maka yang dianalisis
adalah tingkah laku keseluruhan konsumen dalam menggunakan pendapatannya untuk
membeli barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian. Dalam analisis
makro ekonomi juga diperhatikan peranan pemerintahan dalam mengatur kegiatan
sesuatu perekonomian.
2.2.1 Pengenalan
VISI
dan MISI
Visi
:
Keinginan
kami adalah untuk melayani Klien dengan sangat baik melayani Klien dengan
kemitraan yang kuat dan berusaha untuk memberikan Produk (proyek) Terbaik yang
terjamin kualitasnya.
Misi
:
Hasrat
kami adalah untuk memberi konstribusi, memberi nilai lebih dan memberikan
kesuksesan yang signifikan bagi Anda (Klien & Karyawan Kami).
"Komitmen
Kami untuk terus menerus bekerja keras agar mencapai tujuan, selalu
mempertahankan keunggulan kualitas dan kepuasan pelanggan"
PT
Acset Indonusa Tbk. berkomitmen untuk :
a. Meningkatkan
kepuasan pelanggan dengan memberikan nilai tambah melalui program peningkatan
keahlian karyawan secara berkesinambungan, agar pelaksanaan proyek berjalan
tepat waktu dan mendapatkan hasil kerja yang berkualitas tinggi.
b. Mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan, penyakit akibat kerja serta melakukan
penurunan tingkat kecelakaan di area proses kerja.
c. Mematuhi
seluruh peraturan pemerintah dan persyaratan lainnya terkait dengan lingkungan
dan K3.
d. Melakukan
peningkatan yang berkelanjutan untuk mencapai kepuasan pelanggan dan kinerja
K3L..
Kebijakan
Mutu dan K3L
ACSET
didirikan oleh Ronnie Tan dan Hilarius Arwandhi pada tahun 1995 sebagai
Perusahaan Spesialis jasa Pondasi, dimana ACSET adalah singkatan
dari
: A : Advance C : Civil S : Structural E : Engineering T : Technology
Pada
tahun 2000, ACST mulai mengerjakan proyek jasa konstruksi yang dimulai dengan
mengerjakan Proyek di Surabaya, sehingga sekarang ini ACST
menjadi perusahaan konstruksi swasta yang mengerjakan proyek dari mulai
pondasi, struktur hingga finishing sehingga menjadikan ACST sebagai salah satu
perusahaan konstruksi di Indonesia dengan kemampuan memberikan jasa konstruksi
secara keseluruhan.Tahun 2006, ACST mengerjakan proyek yang kemudian menjadi
notable yakni Proyek Pacific Place
dimana Perusahaan tidak hanya mampu menyelesaikan proyek tersebut pada medan
yang sangat sulit, tetapi juga mampu melakukannya dalam jangka waktu yang
singkat, dimana ACST dapat menyelesaikan proyek tersebut dalam waktu 18 bulan,
proyek-proyek selanjutnya yang menjadi milestone bagi ACST diantaranya adalah
Proyek GandariaCity (GFA : 600.000 m2) pada tahun 2008 dan Proyek Kota
Kasablanka (GFA : 633.000 m2) pada tahun 2010. Pada tahun 2012, ACST mulai mengerjakan
proyek secara keseluruhan meliputi Detail
Design, Pondasi, Mechanical & Electrical, Plumbing dan sampai dengan
Finishing yaitu untuk Proyek Setiabudi Sky Garden.Sejalan dengan misi Perseroan
untuk memberikan layanan terbaik, ACSET telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu.
ACSET telah memperoleh sertifikat ISO 9001 pada tahun 2007 dan meraih
sertifikat OHSAS 18001:2007 dan ISO 14001:2004 pada tahun 2011 yang diharapkan
akan dapat meningkatkan mutu layanan serta kepuasan pelanggan.Pada 24 Juni
2013, ACST resmi menjadi Perusahaan Terbuka dan listing di Bursa Efek
Indonesia. Pada tanggal 5 Januari 2015, PT United Tractors Tbk (UT) melalui
anak perusahaannya, yakni PT Karya Supra Perkasa (KSP) telah melakukan
pembelian sebanyak 200.000.000 saham atau mewakili 40% dari seluruh saham yang
telah ditempatkan dan disetor penuh dalam PT Acset Indonusa Tbk (ACST), dari PT
Loka Cipta Kreasi (LCK) dan PT Cross Plus Indonesia (CPI). ACST memiliki
pengalaman dan kompetensi yang terpercaya dalam bidang jasa kontruksi dan
pondasi selama lebih dari 20 tahun. ACST
secara berkesinambungan melahirkan konsep diferensiasi serta transformasi yang
berkualitas dan menjunjung inovasi sebagai landasan kerja. Tekad kami untuk
menjadi perusahaan Jasa Kontruksi dan Pondasi kelas dunia diwujudkan dengan
melakukan improvement dan inovasi, baik di pusat maupun di proyek, dari segi
waktu, kualitas, proses kerja, dan waste management sehingga mampu menjawab
tantangan serta dinamika bisnis di masa mendatang. ACST juga berupaya dalam
menerapkan beberapa kebijakan strategis dan operasional seperti efisiensi kerja
dan pemanfaatan sumber daya secara optimal untuk mempertahankan pertumbuhan
yang berkelanjutan. Kami berpendapat bahwa langkah tersebut dapat menurunkan
beban proyek secara keseluruhan yang dikeluarkan terhadap semua tahapan, tanpa
menurunkan komitmen terhadap mutu dan pelayanan kepada pelanggan.
2.2.2
Indikator Makro Ekonomi
Makro
ekonomi dan mempertahankan kebijakan tingkat suku bunga yang lebih tinggi. Hal
ini akan memberikan tekanan pada pertumbuhan PDB Indonesia, yang diperkirakan
menjadi 5,7% pada tahun 2014 menurut prediksi Bloomberg. Dengan demikian, hal
ini akan mengurangi dana pinjaman untuk pendanaan proyek. Semua faktor ini akan
mempengaruhi proyek-proyek infrastruktur tahun depan. Kami melihat ancaman
untuk ACST berupa likuiditas ketat, yang mana dapat memberikan tekanan terhadap
sumber pendapaan untuk perusahaan swasta dan dapat menyeret kinerja Perseroan
di tahun 2014 karena perseroan memiliki eksposur yang minim terhadap
proyekrpoyek pemerintah. Selain itu, meningkatnya biaya supply dapat
menimbulkan masalah lain bagi ACST, dengan negosiasi untuk menyesuaikan
persyaratan kontrak cenderung akan lebih sulit. Selain itu, Bank Indonesia
mwmbuat peraturan yang dapat menghambat pertumbuhan dalam sektor properti, dan
dapat menyebabkan pengembang mengalami perlambatan dan keterlambatan proyek.
Hal ini dapat berdampak sebagai penghambat pertumbuhan perusahaan konstruksi.
Pada tahap ini, hasil dari survey kami menunjukkan bahwa pemasok bahan bangunan
sudah meminta kenaikan harga karena depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Namun,
ACST memiliki struktur yang memungkinkan pemilik proyek menyediakan sebagian
bahan baku, dan dapat membebankan sebagai kenaikan harga bahan baku ke pemilik
proyek. Kami percaya prospek untuk bisnis ACST tetap positif ke depan sejalan
dengan pembangunan di negeri ini, meskipun kami saat ini sedikit berhati-hati
untuk membuat perkiraan agresif karena beberapa katalis negative sementara
untuk sektor ini.
Tahun
2014 adalah tahun yang menantang dan dinamis, pelaksanaan pemilihan umum,
depresiasi nilai rupiah, kenaikan tingkat suku bunga, inflasi yang meningkat
dan defisit neraca pembayaran luar negeri menjadi indikasinya. Di tengah
hal-hal tersebut, Indonesia masih mengalami pertumbuhan walaupun mengalami
sedikit penurunan dari 5,8% di tahun 2013 menjadi 5,1% di tahun 2014. Walaupun
pertumbuhan ekonomi masih mencapai angka 5,1% tetapi masih berada dibawah
target yaitu sebesar 5,5% yang sebenarnya masih cukup baik jika dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata dunia. Penurunan ini juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal antara lain dari kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat
hingga penurunan harga komoditi, sehingga dari situ tahun 2014 dapat dikatakan
adalah tahun yang dinamis dan penuh tantangan. Kondisi Industri Jasa Konstruksi
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu penggerak ekonomi nasional, peran
tersebut terkait dengan kemampuannya sebagai industri yang menyerap banyak
tenaga kerja. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang baik dan semakin
meningkatnya pertumbuhan properti dan infrastruktur, maka dapat dilihat
pentingnya industri konstruksi seiring dengan hal-hal tersebut. Dengan
demikian, sektor jasa konstruksi merupakan investasi ekonomi yang dapat
memperkuat perekonomian Negara. Walaupun terjadi tekanan pada perekonomian
Indonesia pada tahun 2014 yang mana sedikit banyak mempengaruhi industri jasa
konstruksi, tetapi dengan adanya harapan dari Pemerintah yang baru jasa
konstruksi tetaplah memegang peranan yang penting dalam menjaga stabilitas
pertumbuhan ekonomi. Sehingga menjadi suatu tantangan bagi industri konstruksi
untuk tetap bertahan dan dapat melewati tekanan tersebut.
2.3 Analisis Industri
2.3.1
Analisis Lingkungan Eksternal dan internal
Pengertian / definisi analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunities, dan Threats) adalah suatu metoda penyusunan strategi
perusahaan atau organisasi yang bersifat satu unit bisnis tunggal. Ruang
lingkup bisnis tunggal tersebut dapat berupa domestik maupun multinasional.
SWOT itu sendiri merupakan singkatan dari Strength (S), Weakness (W),
Opportunities (O), dan Threats (T) yang artinya kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman atau kendala, dimana yang secara sistematis dapat membantu dalam mengidentifikasi
faktor-faktor luar (O dan T) dan faktor didalam perusahaan (S dan W). Kata-kata
tersebut dipakai dalam usaha penyusunan suatu rencana matang untuk mencapai
tujuan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Lima kekuatan Porter adalah kerangka untuk analisis industri dan
pengembangan strategi bisnis yang dikembangkan oleh Michael E. Porter dari
Harvard Business School pada 1979. Menggunakan konsep-konsep pengembangan,
organisasi Industri ekonomi untuk menurunkan lima kekuatan yang menentukan
intensitas kompetitif dan karena itu daya tarik dari pasar. Porter menyatakan
bahwa kelima kekuatan bersaing tersebut dapat mengembangkan strategi persaingan
dengan mempengaruhi atau mengubah kekuatan tersebut agar dapat memberikan
situasi yang menguntungkan bagi perusahaan.
Selama tahun 2014, Perusahaan mengalami
peningkatan dalam hal kinerja yang positif. Hal ini masih berbanding lurus
dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh dan stabilitas politik nasional
yang cukup kondusif. Pemerintahan yang baru juga menunjukkan
komitmennya untuk mendukung pembangunan
nasional.Bagi Acset, hal ini merupakan peluang yang harus diraih secara
optimal. Acset senantiasa mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya antara lain
dengan mengembangkan kinerja dan inovasi yang berkesinambungan dengan melakukan
analisis SWOT kepada setiap unit kerja untuk berupaya mengatasi berbagai
kelemahan internal dan mengatasi ancaman eksternal dengan baik. Pencapaian
Perseroan ini diperoleh dari penerapan strategi usaha yang tetap fokus pada
bisnis utama Perseroan, yaitu jasa konstruksi dan jasa pondasi.Selama tahun
2014 kontrak baru yang diperoleh Perusahaan senilai Rp607 miliar, diantaranya
adalah Hotel Harris dan Yellow dan Hotel Artotel Bali untuk proyek konstruksi
serta Thamrin Nine Phase 2, Taman
Anggrek Residence, dan Apartemen Puri Mansion
untuk proyek pondasi.Perseroan menerapkan strategi memperluas usaha dengan
rasional, bijaksana dan berkelanjutan. Sumber daya keuangan dikelola dengan
kontrol ketat, disiplin dan berhati-hati. Strategi lainnya adalah dengan
bekerjasama dalam bentuk Joint Operation
dengan Perseroan multinational, melaksanakan diversifikasi usaha dan juga
mengembangkan usaha di luar negeri.
2.3.2
Analisis Persaingan Industri
Suatu perusahaan akan tertarik terjun ke dalam suatu industri bila
industri tersebut menawarkan keuntungan yang tinggi. Secara makro dengan
masuknya pendatang baru dalam industri maka akan membuat persaingan menjadi
ketat yang pada akhirnya dapat menyebabkan turunnya laba yang diterima bagi
semua perusahaan. Beberapa faktor internal yang mempengaruhi mudah atau
sulitnya rintangan memasuki suatu industri adalah sebagai berikut :
e. Skala Ekonomi
f. Diferensiasi Produk
Diferensiasi produk artinya perusahaan mempunyai
identifikasi merek dan kesetiaan pelanggan yang disebabkan oleh iklan,
pelayanan pelanggan, perbedaan produk atau sekedar karena merupakan perusahaan
pertama yang memasuki industri. Diferensiasi menciptakan penghalang atau
menjadi hambatan untuk masuk ke suatu industri dengan membuat pendatang baru
mengeluarkan biaya yang besar untuk mendapatkan pelanggan.
g. Kebutuhan Modal
Untuk mulai memasuki suatu industri dengan tingkat
persaingan yang tinggi tentu membutuhkan banyak biaya untuk menarik minat
pelanggan, Biaya tersebut dipakai untuk periklanan ,penelitian dan
pengembangan. Tentu ini akan menjadi penghalang besar bagi pendatang baru untuk
ikut bersaing dengan perusahaan yang sudah memiliki banyak pelanggan atau telah
berdiri lama dalam industri tersebut.
h. Biaya Beralih Pemasok (Switching Cost)
Besaran biaya yang haru dikeluarkan pendatang baru
untuk beralih dari suatu pemasok ke pemasok lain akan menciptakan penghalang
untuk masuk.
i.
Akses Ke Saluran Distribusi
Mendapatkan jalur distribusi pelanggan dan jalur
pemasok merupakan tantang utama yang akan di hadapi oleh setiap pendatang baru.
Terutama apabila pesaing lama sudah terikat dengan jalur distribusi yang ada,
sehingga hal ini akan membuat pendatang baru menciptakan jalur distribusi yang
benar-benar baru. Tentunya ini akan memakan proses yang lama serta memakan
biaya yang tidak sedikit.
j.
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah ini memiliki pengaruh yang
sangat besar, bisa dikatakan sebagai penentu bisa atau tidaknya kegitan
industri di jalankan. Karena menyangkut perizinan , undang-undang, atau
peraturan-peraturan tetapan yang di keluarkan pemerintah.
k. Perkembangan Teknologi
Pernggunaan alat-alat produksi yang canggih dan
modern dalam menjalankan industri ini menjadi hambatan pula bagi pendatang baru
atau pesaing Karena memerlukan biaya yang besar pula untuk mendapatkan
teknologi tersebut. Setiap pesaing akan berlomba-lomba mendapatkan teknologi
itu untuk proses produksi dan juga diperlukan menarik minat pelanggan.
Barang atau jasa substitusi merupakan barang atau jasa yang dapat
menggantikan produk sejenis. Adanya produk atau jasa pengganti akan membatasi
jumlah laba potensial yang didapat dari suatu industri. Makin menarik
alternative harga yang ditawarkan oleh produk pengganti, makin ketat pembatasan
laba dari suatu industri. Produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian
besar adalah produk yang mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga atau
kualitas yang lebih baik daripada produk industri atau dihasilkan oleh industri
yang berlaba tinggi.
Daya tawar pembeli pada industri berperan dalam menekan harga untuk
turun, serta memberikan penawaran dalam peningkatan kualitas ataupun layanan
lebih, dan membuat kompetitor saling bersaing satu sama lain. Pembeli memiliki
daya tawar yang kuat bila memenuhi beberapa hal sebagai berikut :
a. Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah besar relative terhadap
penjualan.
b. Produk yang dibeli merupakan bagian dari biaya atau pembelian dengan
jumlah yang cukup besar. Sehingga pembeli cenderung mencari harga yang
menguntungkan dan menggunakan dananya untuk melakukan pembelian secara
selektif.
c. Produk yang dibeli adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi.
Sehingga pembeli yakin akan menemukan pemasok alternatif yang memberikan
penawaran lebih baik.
d. Pembeli menghadapi switching cost yang kecil. Hal ini
akan dialami apabilaswitching cost ditanggung oleh penjual.
e. Pembeli mendapatkan laba kecil. Laba yang rendah menimbulkan keinginan
yang besar untuk menekan biaya.
f. Pembeli menunjukkan keinginan untuk melakukan integrasi balik. Hal ini
terjadi jika pembeli sudah terintegrasi dengan industri kemudian menunjukkan keinginan
untuk melakukan integrasi balik.
g. Produk industri tidak mempengaruhi kualitas produk atau jasa pembeli.
Apabila kualitas produk pembeli sangat dipengaruhi oleh produk industri, pada
umumnya harga produk tidak begitu penting bagi pembeli. Pembeli mempunyai
informasi lengkap mengenai produk. Seperti informasi tentang permintaan, harga
pasar yang aktual, dan bahkan biaya pemasok, biasanya posisi tawar-menawar
menjadi lebih kuat
Pemasok atau penjual dapat menggunakan kekuatan tawar-menawar terhadap
pembeli dalam industri dengan cara menaikkan harga atau menurunkan kualitas
produk atau jasa yang dibeli. Kondisi-kondisi yang membuat posisi pemasok kuat
cenderung menyerupai kondisi yang membuat pembeli kuat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kuat atau tidaknya daya tawar penjual atau pemasok adalah sebagai
berikut:
a. Pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terpusat pada
industri dimana mereka menjual. Pemasok yang menjual pada pembeli yang
terfragmentasi biasanya akan dapat mempengaruhi harga, kualitas, serta syarat
syarat penjualan.
b. Produk pemasok hanya mempunyai sedikit pengganti barang substitusi
c. Industri bukan satu-satunya tempat pemasok menjual produknya. Apabila
suatu industri bukan merupakan pelanggan utama dari pemasok maka kecenderungan
pemasok dapat memaksakan kekuatannya pada industri tersebut. Jadi pembeli bukan
merupakan pelanggan yang penting bagi pemasok.
d. Produk pemasok sangat penting bagi pembeli
e. Produk pemasok memiliki biaya pengalihan yang tinggi
f. Kelompok pemasok melakukan integrasi maju pada suatu industri dengan kata
lain pemasok memiliki ancaman integrasi ke depan yang kuat
g. Kebijakan pemerintah dalam membatasi perilaku pemasok. Pemerintah juga
mempengaruhi posisi industri dengan produk pengganti melalui regulasi, subsidi
dan lain-lain.
Menurut Porter persaingan antar pesaing dalam industri yang sama ini
menjadi pusat kekuatan persaingan. Kompetitor dalam hal ini adalah pemain yang
menghasilkan serta menjual produk sejenis, yang akan bersaing dalam
memperebutkan market share pasar. Semakin tinggi tingkat
persaingan antar perusahaan mengindentifikasikan semakin tinggi pula
profitabilitas industri, namun profitabilitas perusahaan mungkin menurun.
Intensitas persaingan akan tinggi apabila :
a. Jumlah Pesaing Yang Seimbang
b. Banyaknya pemain dengan kekuatan masing-masing tentu saja akan
meningkatkan intensitas persaingan dalam kompetisi.
c. Pertumbuhan Industri Yang Lamban akan mengubah persaingan menjadi ajang
perebutan pangsa pasar untuk perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan
ekspansi atau perluasaan pasar.
d. Kurangnya Diferensiasi Produk.
e. Ketika suatu produk atau jasa dipandang sebagai komoditas, maka pilihan
oleh pembeli banyak didasarkan atas harga dan pelayanan, dan desakan untuk
persaingan harga dan pelayanan yang tajam dapat terjadi.
f. Penambahan Kapasitas Dalam Jumlah Besar.
g. Pada saat skala ekonomi memaksa bahwa kapasitas harus ditingkatkan dalam
jumlah besar, maka penambahan capacitas akan merusak keseimbangan
penawaran/permintaan dalam industri.
h. Pesaing Yang Beragam.
i.
Pesaing mempunyai strategi beragam,
asal-usul, karakteristik serta tujuan dan strategi bersaing yang berlainan.
j.
Hambatan Pengunduran Diri Yang Tinggi.
Hambatan pengunduran
diri adalah faktor-faktor ekonomi, strategis, dan emosional yang membuat
perusahaan tetap bersaing dalam bisnis meskipun mereka mungkin memperoleh laba
atas investasi yang rendah atau bahkan negatif. Setelah melakukan identifikasi
terhadap seluruh tekanan dari masing-masing komponen, berikutnya adalah
melakukan perhitungan kekuatan dari setiap tekanan menggunakan data yang ada.
Potensi keuntungan kompetitif akan tinggi bila akumulasi dari setiap tekanan
tersebut pada masing-masing faktor adalah rendah.
2.4 Estimasi Pertumbuhan Perusahaan
2.4.1
Pertumbuhan Historis
Profil Bisnis PT Acset
Indonusa Tbk (ACST) didirikan pada tahun 1995 sebagai perusahaan konstruksi
yang menyediakan berbagai layanan teknis dan konstruksi gedung, pekerjaan sipil
dan kelautan. ACST memiliki reputasi yang kuat sebagai spesialis pondasi dan
rekayasa tanah di Indonesia. Sejak tahun 2000, Perseroan telah menunjukkan
pertumbuhan yang cepat dan saat ini merupakan salah satu kontraktor bangunan
dan pondasi terkemuka di Indonesia. Sebagai kontraktor umum dan spesialis, ACST
adalah salah satu dari beberapa kelompok konstruksi di Indonesia dengan
kemampuan untuk memberikan layanan yang menjangkau seluruh rantai nilai pada
proyek konstruksi umum dan infrastruktur. Karena membutuhkan pengetahuan yang
khusus dan dalam, maka hanya sedikit pemain kuat yang dapat berkompetisi dalam
jasa ini. Pada saat yang sama, ACST memiliki keuntungan sebagai perusahaan konstruksi
yang dapat memberikan seluruh paket jasa konstruksi - dari pondasi hingga
pembangunan. Hal ini membawa kinerja bisnis yang kuat untuk ACST, karena
keutungan dari margin tinggi dalam pekerjaan pondasi dan kontrak bernilai
tinggi dari konstruksi bangunan.
Keahlian ACST memiliki keahlian dalam
pekerjaan konstruksi atau yang terkait dengan konstruksi, dan dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Proyek
Sipil Keahlian ini terdiri dari pekerjaan proyek-proyek infrastruktur seperti
jalan, jembatan, irigasi, pelabuhan, pembangkit listrik, dll. Salah satu proyek
infrastruktur ACST adalah pembangunan Tanjung Jati B Power Plant Cold Water
Intake, Fly Ash dan silo-silo Limestone di Jepara.
2. Pekerjaan
Bangunan Umum Terdiri dari pembangunan gedung bertingkat tinggi, seperti hotel,
apartemen dan kantor, serta fasilitas umum seperti, rumah sakit, dan sekolah.
Salah satu proyek di bawah layanan ini adalah Pacific Place Jakarta, salah satu
mall high-end terbesar di Jakarta. Perusahaan bertindak sebagai kontraktor
utama untuk proyek tersebut, dan pekerjaan dapat diselesaikan dalam waktu 18
bulan, dari lantai lower ground.
3. Bored
Piling Works Populer dalam konstruksi pondasi berat terutama untuk pekerjaan
jembatan dan gedung-gedung tinggi. Salah satu proyek tersebut adalah St.Regis
di Jl. Gatot Subroto dengan lebih dari 800 bored piling terpasang.
4. Dinding
Diafragma / Diaphragm Wall (DW) Merupakan pekerjaan khusus yang biasa ditemukan
dalam mendukung penggalian dalam (Basement dan MRT) dan berdekatan dengan
bangunan lainnya. Diaphragm Wall dibangun menggunakan hydraulic DW yang
digunakan untuk penggalian dalam dan memasang batang besi dan semen in-situ.
PT
Acset Indonusa Tbk adalah salah satu perusahaan konstruksi yang terdepan di
Indonesia dengan beberapa bisnis unit yang ikut serta menopang Perseroan.
Hingga 9M13, penopang pendapatan terbesar berasal dari jasa konstruksi gedung
bertingkat, perumahan, industri dan resort (60% dari total pendapatan).
Perseroan berdiri pada tahun 1995, memiliki pengalaman yang kaya dan panjang di
bisnis konstruksi dan terkenal sebagai spesialis rekayasa fondasi. Hingga saat
ini, lebih dari 95% pelanggan ACST berasal dari sector swasta, dan sisanya
adalah BUMN. Sebagai tambahan, Perseroan berencana untuk mengembangkan
bisnisnya baik local maupun di luar negeri dengan membangun kemitraan
perusahaan multinasional dan membuat anak usaha di luar negeri. Perseroan saat
ini memiliki dua anak perusahaan yang menyediakan jasa pendukung konstruksi di
Vietnam dan Indonesia dan juga Perseroan berencana untuk mempunyai anak usaha
di Myanmar. Acset Indonusa, Tbk 20 Desember 2013 Halaman ke 2 dari 15 halaman
pages “Pernyataan disclaimer pada halaman akhir merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari dokumen ini” www.PEFINDO.com Stimulasi Ekonomi Pendorong Utama
Kinerja ACST Kami percaya bahwa ACST berupaya untuk mengembangkan proyek
konstruksi sipil mereka kedepannya, dan dengan begitu Perseroan mendapat
keuntungan atas rencana Pemerintah untuk memperkuat penyelesaian banyak proyek
infrastruktur, termasuk dermaga, bandara, pembangkit listrik dan jalan tol.
Dana yang cukup dari hasil IPO membuat Perseroan dapat ikut serta dalam
perkembangan ekonomi Indonesia yang solid, yang memacu permintaan gedung
bertingkat, gedung komersial dan industri. ACST menerapkan sistem konstruksi
ramping (sistem untuk meningkatkan produktivitas dengan meminimalkan bahan
sisa) dikombinasikan dengan skema kontrak langsung, memungkinkan pemilik proyek
untuk menyediakan sebagian bahan baku. Hal ini telah mengurangi dampak kenaikan
harga bahan baku yang disebabkan pelemahan rupiah sejak 1H13. Mengantongi
Proyek Yang Lebih Besar Hingga 9M13, ACST telah membukukan beberapa proyek
besar, seperti Satrio Square, District 8 Senopati (JO dengan Daewoo ENC),
pabrik Noble dan Centenial Tower, yang berjumlah Rp 1,6 triliun, 30% lebih
tinggi dibanding perolehan tahun sebelumnya. Bersamaan dengan proyek-proyek
yang dibawa dari tahun kemarin yang berjumlah Rp 1,2 triliun, kesemua hal ini
telah membawa pertumbuhan pendapatan 50% YoY berjumlah Rp 1 triliun. Namun
demikian, kami melihat bahwa sector konstruksi baru-baru ini terpukul oleh
beberapa faktor negatif seperti kenaikan bbm, kenaikan upah minimum dan
depresiasi rupiah, hal ini menyebabkan harga bahan baku meningkat. Dengan
demikian, ACST sebaiknya menyelesaikan proyek-proyek mereka sesuai jadwal.
Marjin Lebih tinggi di Masa Depan Kami melihat bahwa marjin akan mendapatkan
dukungan lebih baik kedepannya karena perusahaan berencana untuk menambah
kontrak fondasi mereka hingga 30% dari total pendapatan. Marjin dari kontrak
pondasi sendiri lebih dari 30%, dengan begitu hal ini dapat mengangkat
keseluruhan marjin ACST kdi masa depan. Kontribusi yang lebih besar dari
kontrak pondasi (39% di 9M13 vs 26% pada 9M12) telah membawa marjin kotor
meningkat menjadi 21%, lebih tinggi dari tahun sebelumnya 16%. Dilain ppihak.
Biaya keuangan perseroan meningkat sebesar 225%, dan memangkas marjin bersih
mejadi 7,8% di 9M13. Kami percaya biaya keuangan ACST akan berkurang secara
signifikan kedepan karena Perseroan telah membayar hutang-hutang nya dengan
dana yang mereka peroleh dari IPO di bulan Juni 2013. Prospek Bisnis Depresiasi
dari Rupiah telah menyebabkan memburuknya defisit neraca berjalan. Bank
Indonesia memprediksi defisit akan mencapai 3% dari PDB pada akhir tahun ini,
dan akan menekan rupiah lebih lanjut. Selain itu, Bank Indonesia menaikkan suku
bunga acuannya menjadi 7,5% baru-baru ini untuk melawan kemerosotan ekonomi dan
membawa kembali dana investor asing ke Indonesia. Namun demikian, kami percaya
industri konstruksi tetap kuat ke depan, karena pemerintah berencana untuk
membelanjakan Rp 755 triliun pada 2011-2014 untuk proyek-proyek infrastruktur
dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pertumbuhan industri properti
yang pesat dan peningkatan permintaan gedung bertingkat dapat memberikan
dukungan terhadap kinerja keuangan ACST kedepan. Tahun ini, kami memproyeksikan
pendapatan ACST tumbuh sebesar 25% YoY menjadi Rp 1 triliun atau 22%
pertumbuhan CAGR selama 2012-2015.
2.4.2 Faktor Fundamental dari
Pertumbuhan
Dengan asumsi pertumbuhan konstan
dan perhitungan pertumbuhan secara fundamental dapat dihitung dengan persamaan
rumus sebagai berikut :
Expected
growth rate (g) = Ratention Ratio (b) X ROE
Dimana
g adalah ekspektasi pertumbuhan yang diharapkan yang nilainya didapat dari
hasil perkalian Ratention Ratio (b) dengan ROE.
Data
yang digunakan adalah data masalalu perusahaan yaitu hasil dari pengurangan
pendapatan usaha dikurangi semua beban biaya dan beban termasuk beban bunga dan
pajak sehingga di dapat nilai pendapatan bersih data ini bisa dilihat dari
laporan laba rugi.
Seperti
diketahui bahwa ACST baru menjadi terbuka dan bergabung pada tahun 2013 sehinga
dari data historis akan terlihat bahwa selama kurung waktu 2010 sampai 2012
mereka tidak membagikan dividen.
Tahanpan
dalam perhitungan estimasi pertumbuhan diawali dengan mencari nilai net income,
jumlah saham yang beredar, jumlah ekuitas, cash dividen, dividen payout ratio,
earning per share dan tentu saja Return on Equity, dengan catatan bahwa semua
nilai tertulis dan disajikan dalam jutaan rupiah berikut adalah perhitungannya
:
Tahun
2014 diketahui net income sebesar Rp 104.234 dengan jumlah saham Rp 500.000.000
lembar dengan jumlah ekuitas sebesar Rp 647.336 perhitungan DPR adalah 0.201
ini merupakan hasil pembagian dari cash dividen dengan jumlah saham yang
beredar lalu dibagi dengan EPS yang besarnya adalah 209, maka didapatkan nilai
ROE dari laba bersih dibagi dengan ekuitas yaitu sebesar Rp 0.161. dan
perhitungan estimasi pada tahun ini adalah 12.866%.
2.5
Estimasi Biaya Modal
Mengestimasi
cosy of equity = Re mengunakan rumus
persamaan sebagai berikut :
Re = Rf + B (Rm – Rf)
Dengan asumsi data-data sebagai
berikut ini :
a. Nilai risk free (Rf) dapat dilakukan kepada ketua Bapepan dan LK nomer
KEP-190/BL/2012 tanggal 9 april 2012 bahwa dalam transakri dilakukan uang
rupiah, maka penentuan uang tingkat bebas risiko wajib didasarkan pada surat
utang negara (SUN) yang masa jatuh temponya palingkurang 10 tahun dalam
penelitian ini nilai risk free (Rf) diambil
dari situs indonesia bond pricing agency (IBPA) dengan issue date tanggal 13
agustus 2014 dan jatuh tempo tanggal 15 mei 2023 dengan nilai coupon rate
sebesar 5,63%.
b. Nilai risk premium (Rm – Rf)
mengunakan hasil perhitungan dari IHSG periode dari januari 2014 – desember
2014, perhitungan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
IHSGt-1
Sehingga diperoleh market retun pada
tahun 2014 adalah sebesar 17.76%.
c. Nilai beta (B) pada penelitian ini
diambil dari reuters.com per tanggal 5 januari 2014 yaitu sebesar B = 1.01%.
Dengan memasukan angka-angka
tersebut di atas ke dalam persamaan, maka di dapatkan perhitungan sebagai
berikut :
Re = 5.63% + 1.01% (19.76% - 5.63%)
=19.90 %
Terimakasih, atas
kunjungannya jangan lupa di like dan di share
SALAM, @accounting